Penulis terkenal, seperti Moammar Emka dan Raditya Dika
lahir dari perusahaan penerbitan tersebut. Kini, Agromedia Group menaungi
setidaknya 14 penerbitan, bahkan telah merambah bisnis lainnya, mulai dari
distributor buku, percetakan, properti, teknologi dan informasi (TI), hingga
otomotif.
Tentu saja bisnis tidak selalu berjalan mulus. Pun dengan
bisnis yang dilakoni pria kelahiran Bandung 23 September 1967 itu. Menutup
perusahaan pernah dilakukannya. Namun, itu dianggapnya sebagai hal biasa.
Baginya, menjadi wirausaha di bidang apa pun, yang paling esensial adalah
urusan mental.
“Dalam berbisnis, mental itu yang utama. Kita boleh seribu
kali jatuh, tapi kita juga harus seribu kali bangkit. Di situlah esensi
berbisnis. Hampir tidak ada bisnis yang omzetnya naik terus. Suatu saat pasti
turun. Saat turun itulah kita sedang diuji, seberapa kuat kita punya daya
tahan,” ujar Hikmat Kurnia di Jakarta, baru-baru ini.
Apa kiat Hikmat agar bisnisnya tidak jatuh lagi di lubang
yang sama? Bagaimana strateginya agar bisnis penerbitan buku yang digelutinya
tetap eksis di tengah gempuran digitalisasi? Berikut wawancara dengannya.
Bagaimana awal mula Anda terjun ke industri penerbitan
buku?
Awalnya karena ada satu impian bahwa kita harus naik derajat dan harus berkontribusi lebih banyak untuk masyarakat. Sebelumnya, saya memang bekerja di industri buku. Sebagai karyawan, ada keterbatasan dari sisi kreativitas dalam mengembangkan usaha tersebut. Atas dasar itu, saya punya impian ingin menjadi wirausaha.
Awalnya karena ada satu impian bahwa kita harus naik derajat dan harus berkontribusi lebih banyak untuk masyarakat. Sebelumnya, saya memang bekerja di industri buku. Sebagai karyawan, ada keterbatasan dari sisi kreativitas dalam mengembangkan usaha tersebut. Atas dasar itu, saya punya impian ingin menjadi wirausaha.
Saya merasa punya modal cukup. Modal itu bukan dalam pengertian
uang, tapi karena sudah sembilan tahun bekerja, sehingga punya keahlian,
konsep, jaringan, dan kompetensi memadai untuk mengurus buku. Dan, yang
terpenting, saya memiliki nama baik di bidang tersebut. Katanya, kalau mau
memulai usaha dan berhasil harus dari hobi, keahlian, dan pengalaman.Nah, saya punya keahlian, pengalaman, dan
punya hobi di industri buku. Jadi, tidak merasa aneh kalau saya masih lari ke
industri buku.
Waktu itu sudah ada pemain besar, Anda tidak takut kalah?
Benar, penerbit buku umum saat itu sudah banyak dan pemainnya besar-besar. Karena itu, waktu pertama saya terjun ke bisnis tersebut, yang saya garap adalah buku pertanian. Pada 2001, saya berpikir buku pertanian pemainnya sedikit. Supaya bisa masuk sebagai pemain yang baik, saya tentu harus melihat ceruk pasar tertentu dan saya melihat ceruk pasar buku pertanian cukup terbuka karena pemain yang besar hanya dua.
Benar, penerbit buku umum saat itu sudah banyak dan pemainnya besar-besar. Karena itu, waktu pertama saya terjun ke bisnis tersebut, yang saya garap adalah buku pertanian. Pada 2001, saya berpikir buku pertanian pemainnya sedikit. Supaya bisa masuk sebagai pemain yang baik, saya tentu harus melihat ceruk pasar tertentu dan saya melihat ceruk pasar buku pertanian cukup terbuka karena pemain yang besar hanya dua.
Dalam pandangan saya, pemain yang satu cukup tua, sehingga
cenderung lambat, yang satu cukup gemuk sehingga tidak agresif. Padahal, saat
itu kebutuhan informasi pertanian berkembang cukup baik, hanya saja para
penerbit tidak cepat mengantisipasi kebutuhan pembaca. Misalnya, ada tren
pertanian yang terjadi saat ini, tapi bukunya baru terbit 3-4 bulan kemudian.
Atas dasar itu, saya mengubah konsepnya, bagaimana agar
tren atau isu tertentu dijawab oleh buku, sehingga masyarakat tidak perlu
bertanya ke mana-mana karena ada jawaban di buku itu. Caranya, saya ciptakan
sistem reportase, memadukan kerja jurnalistik dengan kerja penerbitan buku,
sehingga ketika ada isu atau tren baru, maka sebulan kemudian jawabannya sudah
ada dalam buku.
Untuk cara ini memang harus dicari tenaga-tenaga muda
untuk mampu menghadirkan buku-buku itu. Jika sebelumnya yang menulis pakar atau
ahli yang belum tentu bisa menulis, mereka diwawancara dan hasilnya menjadi
buku.
Cara seperti itu diterima pembaca?
Ya, dengan cara ini ternyata pembaca lebih suka buku saya karena mampu menjawab tren yang sedang terjadi. Bahkan, cara saya ini menjadi trendsetter karena telah mengubah pola industri buku. Buku pertanian menjadi seksi di mata pembaca. Cara ini pula yang membuat buku tanaman obat kala itu menjadi sangat digemari. Misalnya, buku tentang mahkota dewa. Kebetulan waktu itu setelah krisis, harga obat naik, berobat ke medis mahal, salah satu yang dicari adalah obat alternatif, di antaranya tanaman obat.
Ya, dengan cara ini ternyata pembaca lebih suka buku saya karena mampu menjawab tren yang sedang terjadi. Bahkan, cara saya ini menjadi trendsetter karena telah mengubah pola industri buku. Buku pertanian menjadi seksi di mata pembaca. Cara ini pula yang membuat buku tanaman obat kala itu menjadi sangat digemari. Misalnya, buku tentang mahkota dewa. Kebetulan waktu itu setelah krisis, harga obat naik, berobat ke medis mahal, salah satu yang dicari adalah obat alternatif, di antaranya tanaman obat.
Saat itu, lahirlah buku-buku tentang tanaman obat. Pada periode
2000-2001, kami menjaditrendsetter. Kami,
Agromedia, telah mengubah pola penerbitan. Secara nasional dengan cepatnya kami
masuk lima besar pemain buku nasional dalam waktu kurang dua tahun. Bahkan pada
2003 kami masuk lima besar penerbit buku umum. Kami dengan cepat mengubah
kondisi itu dan sekarang kami masuk tiga besar.
Pernahkah Anda di posisi terbawah hingga merasa putus asa
saat menjalani bisnis?
Bisnis pasti ada dinamikanya. Apa pun bisnis itu, kita harus siap menghadapi kondisi seburuk apa pun. Esensi bisnis adalah ketidakpastian, sehingga kita harus siap menghadapi risiko. Karena itu, secara teoretis hanya orang yang risk taker yang disarankan masuk ke dunia usaha. Orang yang cenderung tidak mau menghadapi masalah sebaiknya tidak masuk ke dunia usaha. Tugas kita hanyalah bagaimana mengakrabi ketidakpastian itu.
Bisnis pasti ada dinamikanya. Apa pun bisnis itu, kita harus siap menghadapi kondisi seburuk apa pun. Esensi bisnis adalah ketidakpastian, sehingga kita harus siap menghadapi risiko. Karena itu, secara teoretis hanya orang yang risk taker yang disarankan masuk ke dunia usaha. Orang yang cenderung tidak mau menghadapi masalah sebaiknya tidak masuk ke dunia usaha. Tugas kita hanyalah bagaimana mengakrabi ketidakpastian itu.
Kalau ditanya apakah pernah bangkrut? Pernah. Buku yang
kami terbitkan tidak laku, juga sering. Pernah tidak menutup suatu perusahaan?
Tentu pernah. Orang yang tidak pernah memanjat tidak akan pernah jatuh. Kalau
pernah memanjat, pasti pernah jatuh.
Menjadi wirausaha, apa pun bidangnya harus siap jatuh
karena nilai bisnis yang paling esensial adalah urusan mental. Kalau kita tidak
siap jatuh maka kita tidak siap bangkit. Boleh seribu kali jatuh maka harus
seribu kali bangkit. Jadi, harus tetap bangkit karena di situlah esensi
berbisnis. Hampir tidak ada bisnis yang omzetnya terus naik, suatu saat pasti
turun. Saat turun itulah kita diuji, seberapa banyak daya tahan yang kita punya.
Strategi Anda agar tidak jatuh di lubang yang sama?
Harus mempersiapkan diri dengan baik. Ketika membuat bisnis, yang harus diperkuat adalah konsep. Konsep usaha harus jelas, tidak hanya masalah produk, pemasaran, dan modal, tapi juga sumber daya manusia (SDM) dan persaingan usaha. Kita harus paham dunia yang akan kita masuki agar bisa membuat skala usaha, keunggulan yang akan ditawarkan, karena bisnis itu muaranya adalah keuntungan.
Harus mempersiapkan diri dengan baik. Ketika membuat bisnis, yang harus diperkuat adalah konsep. Konsep usaha harus jelas, tidak hanya masalah produk, pemasaran, dan modal, tapi juga sumber daya manusia (SDM) dan persaingan usaha. Kita harus paham dunia yang akan kita masuki agar bisa membuat skala usaha, keunggulan yang akan ditawarkan, karena bisnis itu muaranya adalah keuntungan.
Keuntungan bagi saya adalah kepintaran atas pengelolaan
perusahaan dan kemampuan memuaskan pelanggan. Kalau tidak mau jatuh, dari awal
harus membuat konsep yang baik. Masalahnya, sering kali seseorang tidak punya
komitmen untuk menjalankan konsep itu, tidak memiliki keteguhan hati, tidak
punya konsistensi, dan tidak mau belajar atas perubahan-perubahan yang terjadi.
Anda memiliki 1.000 lebih karyawan, gaya kepemimpinan Anda
seperti apa?
Selama kita menghargai manusia sebagai manusia atau dengan pola memanusiakan manusia. Artinya hak-hak pekerja atau karyawan dihargai dan dianggap sebagai mitra, rasanya gejolak di sebuah perusahaan tidak akan muncul. Jangan menganggap karyawan itu sebagai alat produksi, sebaliknya harus menjadikan karyawan sebagai aset perusahaan.
Selama kita menghargai manusia sebagai manusia atau dengan pola memanusiakan manusia. Artinya hak-hak pekerja atau karyawan dihargai dan dianggap sebagai mitra, rasanya gejolak di sebuah perusahaan tidak akan muncul. Jangan menganggap karyawan itu sebagai alat produksi, sebaliknya harus menjadikan karyawan sebagai aset perusahaan.
Bahkan, di perusahaan kami, beberapa karyawan senior sudah
menjadi pemilik saham Agromedia Group. Walaupun yang mendirikan Agromedia
adalah saya dengan beberapa orang, saat ini salah satu pemiliknya adalah
karyawan. Cara ini akan menjadikan karyawan memiliki perusahaan tersebut. Kalau
kita mendirikan sebuah perusahaan, maka 20 persen modal didistribusikan kepada
karyawan.
Di sisi lain, tujuan saya mendirikan perusahaan adalah
memberi manfaat kepada banyak orang. Supaya hidup saya memberi manfaat, saya
harus menciptakan banyak perusahaan. Semakin banyak perusahaan, semakin banyak
orang yang bisa bekerja. Supaya tidak terjadi ketegangan, misalnya antara
perusahaan dan karyawan maka harus diciptakan satu sistem atau budaya
keterbukaan, salah satunya agar ide karyawan dihargai. Maka, terbukalah ruang
diskusi, karyawan dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang sesuai kapasitasnya.
Dengan pola begitu, tidak ada karyawan di Agromedia yang
memiliki hambatan untuk bertemu saya. Silakan berkirim email atau
menelepon apabila punya permasalahan yang dianggap melanggar aturan. Di situlah
ada keterbukaan dan kepercayaan antara pemilik perusahaan dan karyawannya.
Kedua pihak saling memercayai bahwa perusahaan akan memberikan yang terbaik
bagi karyawannya, karyawan akan memberi yang terbaik bagi perusahaannya,
sehingga tercipta budaya perusahaan yang produktif.
Strategi Anda memajukan perusahaan?
Dalam industri penerbitan, buku itu harus tetap menjawab kebutuhan pembaca. Jadi, yang dijual dalam buku adalah informasi, informasi itu harus sampai kepada pembaca. Untuk itu, pembaca harus tertarik. Misalnya sekarang era media sosial, di mana informasi disebarkan secara gratis melalui Instagram, Twitter, atau Youtube.
Dalam industri penerbitan, buku itu harus tetap menjawab kebutuhan pembaca. Jadi, yang dijual dalam buku adalah informasi, informasi itu harus sampai kepada pembaca. Untuk itu, pembaca harus tertarik. Misalnya sekarang era media sosial, di mana informasi disebarkan secara gratis melalui Instagram, Twitter, atau Youtube.
Saat ini buku-buku berbasis Youtube laku sekali. Artinya, kami
harus tetap memahami tren yang berkembang di masyarakat. Tidak mampu membawa
tren di masyarakat, maka buku akan ditinggalkan. Memang ada buku-buku abadi,
biasanya dengan tema-tema dasar. Tetapi untuk buku, tetap harus mengikuti tren.
Buku harus memiliki enam keunggulan untuk menjadi best seller, yakni konten, kemasan, harga, penulis, promosi,
dan distribusi. Enam faktor itu harus menjadi acuan setiap penerbit dan setiap
penulis ketika menerbitkan buku.
Saat ini pasar buku terbuka lebar, tidak hanya toko buku, tapi
juga internet marketing, e-book,
pemerintah, juga komunitas. Karena itu, kami harus membuat varian pasar baru.
Daripada menggeser posisi penerbit yang sudah ada, saya lebih memilih
melebarkan pasar. Kami bangun toko-toko kecil yang menyebar dekat perumahan di
kota-kota kecil dengan bendera Buka Buku Pustaka. Saat ini kan banyak buku yang
sudah tidak laku di toko buku besar, tetapi masyarakat masih butuh, maka saya
ciptakan saluran distribusi baru melalui cara itu.
Agromedia Group juga berekspansi ke bidang lain, apakah
ini bagian dari strategi memajukan perusahaan?
Awalnya kami memang main di penerbitan buku, kemudian mendekat ke distributor buku, kemudian ke percetakan, ke properti, lalu ada bisnis TI dan otomotif. Saya koordinasikan dalam satu payung Agromedia Group, tetapi nama perusahaannya macam-macam dan pada tingkat perkembangannya ada penanggung jawab juga dari masing-masing unit.
Awalnya kami memang main di penerbitan buku, kemudian mendekat ke distributor buku, kemudian ke percetakan, ke properti, lalu ada bisnis TI dan otomotif. Saya koordinasikan dalam satu payung Agromedia Group, tetapi nama perusahaannya macam-macam dan pada tingkat perkembangannya ada penanggung jawab juga dari masing-masing unit.
Kami membuat sistem supaya bisnis bergerak secara langsung
karena kami pasti punya keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan. Meski
banyak bidang, core business kami tetap penerbitan. Dari sisi laba,
kontribusi utama tetap penerbitan buku. Dari 1.000 karyawan saya, sekitar 70
persen juga ada di penerbitan buku, mulai dari segmen pertanian, remaja,
pendukung pelajaran, agama, TI, anak, kewanitaan, gaya hidup, hukum, ekonomi,
pengembangan diri, hampir semua segmen kami garap.
Apa obsesi Anda yang belum tercapai?
Setiap periode mimpi harus diperbarui. Ketika impian yang kita bangun sudah tercapai, maka kita harus memperbarui mimpi itu. Saya sendiri memiliki banyak mimpi. Untuk mimpi bisnis tingkat pertama, yaitu mempunyai perusahaan, sudah tercapai. Tapi kan hidup tidak hanya soal profit, tapi juga harus berkontribusi atau bermanfaat untuk pihak lain.
Setiap periode mimpi harus diperbarui. Ketika impian yang kita bangun sudah tercapai, maka kita harus memperbarui mimpi itu. Saya sendiri memiliki banyak mimpi. Untuk mimpi bisnis tingkat pertama, yaitu mempunyai perusahaan, sudah tercapai. Tapi kan hidup tidak hanya soal profit, tapi juga harus berkontribusi atau bermanfaat untuk pihak lain.
Jadi, saya masih memiliki banyak mimpi sosial yang belum
tercapai. Untuk mimpi sosial, saya sedang membangun mimpi agar bisa membantu
adik-adik angkatan saya kuliah dengan memberi beasiswa, membantu teman-teman
yang anaknya kesulitan sekolah. Saya juga bermimpi agar bisa berkontribusi
menggerakkan kalangan bawah, misalnya memberdayakan peternak kambing di Ciampea
dan Garut selatan dengan sistem kewirausahaan. Saya bermimpi menciptakan sistem
kewirausahaan yang ideal dengan lokasi di mana-mana. Saya sendiri tidak ambil
keuntungan dari situ.
Filosofi hidup Anda?
Impian itu akan tercapai jika kita berusaha mewujudkannya. Dream will come true if you make it happen. Mimpi atau segala yang kita inginkan akan tecapai kalau kita berusaha mewujudkannya. Dan, yang bisa mewujudkan adalah diri kita sendiri. Yang Maha Kuasa telah memberikan semua yang terbaik kepada kita, tangan dan hati, segala macam hal yang terbaik.
Impian itu akan tercapai jika kita berusaha mewujudkannya. Dream will come true if you make it happen. Mimpi atau segala yang kita inginkan akan tecapai kalau kita berusaha mewujudkannya. Dan, yang bisa mewujudkan adalah diri kita sendiri. Yang Maha Kuasa telah memberikan semua yang terbaik kepada kita, tangan dan hati, segala macam hal yang terbaik.
Bentuk rasa syukur atas pemberian yang terbaik itu adalah
mengoptimalkan yang kita miliki. Tangan untuk bekerja, otak untuk berpikir,
jangan takut lelah bekerja karena besok juga bisa segar lagi. Bekerjalah
seoptimal mungkin. Selain itu, berpikirlah positif dan bekerja keraslah untuk
bermanfaat bagi banyak orang. Ini seperti yang diajarkan ibu saya.
Seberapa besar peran keluarga dalam bisnis Anda?
Sangat besar, saya punya istri yang luar biasa. Ketika saya mau membangun bisnis, ketika orang meragukan, istri saya adalah orang yang pertama memercayai saya bahwa bisnis yang akan saya lakukan akan berhasil. Istri saya sangat percaya apa pun yang saya lakukan, baik untuk dia maupun keluarga. Awal-awal mendirikan bisnis, penghasilan saya hanya tinggal 30 persen dari saat bekerja di tempat sebelumnya. Tetapi istri saya cukup tabah selama dua tahun untuk menurunkan kulitas hidupnya. (Tri Listiyarini/AB Investor Daily)
Sangat besar, saya punya istri yang luar biasa. Ketika saya mau membangun bisnis, ketika orang meragukan, istri saya adalah orang yang pertama memercayai saya bahwa bisnis yang akan saya lakukan akan berhasil. Istri saya sangat percaya apa pun yang saya lakukan, baik untuk dia maupun keluarga. Awal-awal mendirikan bisnis, penghasilan saya hanya tinggal 30 persen dari saat bekerja di tempat sebelumnya. Tetapi istri saya cukup tabah selama dua tahun untuk menurunkan kulitas hidupnya. (Tri Listiyarini/AB Investor Daily)
Posting Komentar