"Bonsai adalah karya seni yang paling luar biasa yang
pernah saya lihat. Dia hidup dan berkembang. Seni rupa yang sangat
dinamis," kata Artana kepada Tribun Bali di kediamannya belum lama ini.
Ada 70 koleksi bonsai yang dibuat dari berbagai varian
pohon. Semua koleksinya itu memenuhi halaman rumah hingga merajannya. Barisan
bonsai itu diletakkannya berjejer rapi.
Artana mengakui, pohon yang ia kreasikan menjadi bonsai
beraneka ragam, ada jenis picus, santigi, tanaman bunga (bougenville), soka,
serut, sisir, kawista delima batu, hokiyantea, gulogumantung, jambu biji,
cemara udang, mustam, dan masih banyak lagi.
"Sekitar hampir 100 koleksi. Di rumah hanya ada 70
bonsai, sisanya saya letakkan di tempat lain. Semua koleksi itu, harganya
puluhan juta,” kata pria yang menjabat sebagai Sekretaris DPRD Gianyar ini.
Di antara puluhan koleksi, ada satu bonsai jenis santigi,
nama latinnya Pemphis Acidula, yang terus ditatapnya. Artana lalu
memperkenalkan, bonsai itu bernama The Legend. Sesuai namanya, The Legend
begitu melegenda dalam setiap acara eksebisi bonsai.
Tahun 2014, pada ajang Grand Indonesia Bonsai and Suiseki
Exhibition, The Legend mendapatkan ganjaran atas keindahannya.
Tak tanggung-tanggung, kategori best in show all mencakupi
utama, madya dan regional berhasil disabet. Bagi Artana, ini adalah bentuk
pengakuan terhadap koleksinya itu. "Yang menarik itu bentuknya. Akarnya
bisa menopang dahan dan ranting yang menjulang memanjang ke satu sisi,"
ujar Artana.
Jika ada yang berminat membeli The Legend, Artana rela
melepasnya, tentu dengan harga yang cocok. Namun, sejatinya, Artana tetap
menyayangi The Legend sebagai koleksi utamanya. Ia mengisahkan, kegemarannya
mengoleksi bonsai muncul sekitar awal tahun 80-an.
Kala itu, pencinta seni ini mulai membeli majalah-majalah
yang berhubungan dengan bonsai. Artana juga mulai bertemu dan berdiskusi dengan
pencinta bonsai sekaliber Gede Merta, Ketut Winten, Made Kari, Wayan Suwendra
(alm), Kadek Yasa dan Ida Bagus Abian.
"Jadi, beliau-beliau itu memiliki konsistensi dan
sampai sekarang pun masih eksis membantu perkembangan bonsai di Bali,"
tuturnya.
Ada masa pasang surut yang dialami ayah dua anak ini.
Setelah sekian tahun menekuni, rutinitas perlahan memperkecil ruangnya untuk
berkreativitas. Artana pun vakum dari aktivitasnya mengurus bonsai. Beberapa
tahun sampai waktu itu berlalu, ia sempat beralih hobi.
Artana lalu menjatuhkan pilihannya ke dunia burung. Waktu
kian berlalu. Di balik kesibukan barunya, ia mulai merasa ada yang kurang.
Melihat perkembangan bonsai yang kian pesat, Artana kembali melirik cinta
lamanya.
Tahun 2004 hobinya terhadap bonsai mengalami reinkarnasi.
Ia mulai beraksi mencari bibit. "Waktu itu masih tetap suka, tapi belum
kembali ke dunia bonsai. Nah, sejak tahun 2004, saya benar-benar kembali ke
dunia bonsai. Saya mulai lagi mencari bibit, beli atau dikasih teman,"
kisahnya.
Artana tancap gas. Ia kembali membuat berbagai macam
bonsai. Pameran pertama kemudian digelar di Lapangan Astina Gianyar. Pasca itu,
Gianyar setiap tahun rutin menggelar pameran bonsai. Tak tanggung-tanggung,
pameran tersebut berkelas utama.
"Setiap tahun Gianyar rutin menyelenggarakan pameran.
Itu bulan April, bertepatan dengan rangkaian ulang tahun kota," kata pria
yang menjabat sebagai penasehat Perkumpulan Penggemar Bonsai Indonesia (PPBI)
Cabang Gianyar ini.
Memiliki hobi bonsai, kata dia, gampang-gampang susah.
Dibutuhkan sebuah konsistensi dalam memelihara. Artana menjelaskan, beda jenis
pohon, beda pula perawatannya.
Ada yang membutuhkan air banyak, ada juga yang tidak.
Sementara pupuk cukup berbahan organik. Artana berpesan, setiap pemilik bonsai
harus paham hal itu. "Harus konsisten saja, tekun. Merawat dengan baik.
Masing-masing pohon karakternya berbeda-beda," kata dia.
Setelah sejumlah jenis pohon sempat dijadikannya bonsai,
santigi ternyata yang paling mengena di hati. Bagi dia, santigi sudah memiliki
citra juara. Santigi kalau dilihat kasat mata, seakan berumur tua, daunnya
kecil, rantingnya pun rapat.
Pohon ini bisa dikreasikan menjadi bonsai bergaya ekstrem.
"Ibaratnya santigi menang di berbagai hal, susah ngalahin. Tapi tetap,
peran seni bentuk yang utama," tuturnya.
Satu bonsai koleksinya pernah laku sampai menembus nominal
Rp 350 juta. Namun sejatinya, ia tidak ingin menjualnya. Dia berseloroh, hanya
menjual jika tidak punya uang. "Kecuali kepepet baru jual. Kalau nggak,
saya pertahankan saja," katanya tertawa.
Sebagai penasehat Perkumpulan Penggemar Bonsai Indonesia
(PPBI) Cabang Gianyar, Artana memiliki target menggelar pameran kelas bintang
bertaraf internasional.
Ia berharap tahun 2017 bisa direalisasikan. Artana ingin
menunjukkan bahwa penggemar bonsai di Gianyar tidak main-main. "Rencananya
tahun depan kita selenggarakan kelas bintang. Kalau tidak ada halangan, kalau
dapat dukungan juga. Jadi, pada tahun 2017, akan ada kontes bonsai bertaraf
internasional," tandasnya. (Putu Darmendra/Tribun)
Posting Komentar