[ads-post]

The Wonderful World of Disney, merupakan gambaran seseorang yang telah berhasil mencapai segala sasaran cita-citanya. Kehidupan Walt Disney dapat diringkas dalam pedoman yang diikuti oleh semua orang kaya. Barang siapa ingin sukes, harus bekerja berat, pantang menyerah, dan lebih mengikuti kegandrungan.

Walter Elias Disney dilahirkan di Chicago pada tanggal 5 Desember 1901. Ibunya, Flora Call, adalah wanita Jerman, sedangkan ayahnya, Elias Disney, seorang keturunan Irlandia Kanada Namun ada satu gagasan yang selalu mengusik pikiran Walt Disney gagasan bekerja sendiri terutama karena ia telah mendengar bahwa sebagian karyawan akan tidak diperlukan bila musim sibuk berlalu.

Ia gembira dengan prospek itu karena dua hal.:

Pertama, ia ingin berdiri sendiri, dan kedua, ia sangat ingin melakukan sesuatu yang baru dan orisinil, tidak hanya memenuhi keinginan bos dan para pelanggan. Disney, bersama dengan seorang teman, Ube Iwerks, mendirikan agen seni periklanannya yang pertama. Pelanggannya yang pertama adalah suatu rangkaian restoran. Disney dan temannya berhasil membuat kesepakatan dengan restoran untuk membangun bengkel kerjanya di bangunan restoran baru itu tanpa membayar sedikit pun. Sebagai imbalan, mereka harus membuat poster-poster iklan untuk restoran itu.

Dua prinsip penting telah memotivasi seluruh hidupnya: melakukan apa yang dia nikmati dan percaya akan gagasan-gagasannya. Tanpa prinsip-prinsip ini, ia tak akan pernah menjadi Walt Disney yang besar: penerima 900 tanda kehormatan, 32 Oscar, lima Emmy, dan lima doktor honoris causa, perintis sejarah animasi dan salah seorang manusia terkaya di dunia. Ia telah mewujudkan impian-impiannya jauh melebihi harapannya yang paling muluk.

dowload disini Ebooknya

Ada pepatah Cina yang berbunyi, "Yu Chien Se Te Kui Thui Mo" yang artinya "kalau punya uang, setan saja bisa kita perbudak", dan itu adalah kebenaran praktis. Bahkan jika lebih ekstrem bisa saya katakan bahwa secara teologis, Tuhan dikatakan maha kuasa, namun secara praktis uanglah yang 'maha kuasa'!, sebab dengan uang kita tidak perlu bersitegang berdoa, puasa, memohon pertolongan yang tidak kunjung datang, cukup dengan membelanjakan uang untuk berobat jika sakit, membayar biaya atas pembelian produk/jasa, kita akan mendapatkan kesehatan dan kesenangan sebagai kompensasinya, that's it!

Tentu saja, ini tidak berarti meremehkan kemahakuasaan Tuhan; maka mahakuasanya uang itu harus diberi tanda kutip, sebab uang hanya bisa membiayai obat, dokter dan rumah sakit, dan bukan memberi kesembuhan itu sendiri. Masih ada variabel lain yang mempengaruhi kesembuhan itu di luar kemampuan untuk membeli apa pun yang bisa disediakan oleh uang. Pendek kata, ia bisa membiayai sekian banyak hal dan sarana yang kita perlukan, tetapi memiliki, segala hal yang kita perlukan memang belum tentu membuat bahagia.

Karena itu ada yang bilang, uang memang bukan kebahagiaan, tetapi dialah tiruannya yang terbaik. Saya tidak menjanjikan bahwa dengan menerapkan konsep pelajaran ini anda pasti memperoleh kekayaan dan kesuksesan yang anda inginkan (karena itu adalah pernyataan takabur), melainkan memperbesar kemungkinan anda untuk memperolehnya, dibandingkan dengan jika anda tidak menerapkan konsep pelajaran ini.

Download bukunya disini, gratis


Siapa yang tidak punya keinginan link ke blognya nempel terus dan dibantu mempromosikannnya oleh 1 juta orang lebih. Tapi tahukah Anda bagaimana caranya? Banyak jalan untuk menuju kesana, salah atunya adalah dengan menggunakan iklan dengan faktor kali. Wah apaan tuh?

Cara kerjanya sangat mudah dan sederhana saja, Anda hanya tinggal mendaftar di link berikut ini (silahkan klik saja gratis 100%). Langsung aja login dan isi data meliputi blog Anda, judul blog dan keterangan singkat mengenai blog Anda. Setelah itu Anda akan punya Website Replika Khusus dengan id Anda yang unik untuk Anda promosikan. Dan saran aya letakan saja link link tersebut diblog Anda. Jika ada yang mendaftar lewat link Anda maka iklan link blog anda akan berkerja dengan sendirinya. Kok bisa begitu? Penasaran daftar saja sekarang dan pelajari sendiri deh kenapa bisa begitu, dan dijamin gratis tis tis.

Pertengahan Oktober 2009. Keheningan di gedung raiser ikan hias di Cibinong, Jawa Barat. Gedung yang terletak di Jalan Raya Bogor Kilometer 47 itu memiliki tiga gedung raiser ikan. Di beberapa kolam berukuran besar dan akuarium terlihat sekawanan ikan bergerak lincah. Sebagian kolam lainnya dibiarkan kosong dan kering.

Lima tahun telah berlalu sejak kawasan pusat pengembangan dan pemasaran (raiser) ikan hias itu diresmikan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 14 Maret 2004. Kini gedung di antaranya sedang ditutup.

”Pekan ini, tidak banyak ikan yang masuk. Sebagian ikan dipasok dari Jabodetabek dan Jawa,” ujar Ari, petugas raiser.

Saat itu, ada 35 jenis ikan hias yang ditampung dalam kolam. Harga ikan koi (Cyrpinus carpio) berusia enam bulan, misalnya dijual Rp 20.000 per ekor. Ikan koi berumur 1,5 tahun dijual Rp 150.000 per ekor.


Raiser Ikan Hias Cibinong merupakan proyek percontohan yang didirikan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Raiser seluas 17,6 hektar itu menghabiskan Rp 30 miliar.

Kawasan itu dilengkapi karantina dan laboratorium untuk ekspor serta gedung pameran. Namun, bagai tak berpenghuni, kawasan itu nyaris sepi aktivitas. Setiap tahun pameran ikan hias rata-rata hanya digelar dua kali, selebihnya kosong.

Penanggung Jawab Raiser Saut Hutagalung menuturkan, cita-cita pendirian raiser ikan hias adalah mengintegrasikan pelayanan administrasi ekspor ikan hias, seperti di Singapura, sekaligus sarana promosi, pameran, dan kontes.

Sayangnya, harapan itu hingga kini belum terwujud. Fasilitas laboratorium untuk pembiakan dan riset belum optimal. Jumlah petugas yang mengelola kawasan raiser juga hanya tiga orang.

”Sekarang ini, raiser belum sampai ke situ (tujuan). Kami masih dalam tahap mempertemukan dan menyamakan persepsi dari kalangan pengusaha,” ujar Saut.
Hambatan pemasaran ikan hias juga dipicu oleh ketiadaan regulasi ekspor ikan hias untuk mengatur standar komoditas layak ekspor, yakni mencakup ukuran, kualitas, dan warna ikan hias. Di samping itu, regulasi perlu untuk mendorong pemasaran ikan hias hasil budidaya serta menekan penjualan ikan hias hasil tangkapan di alam.

Tahun ini, pemerintah menjajaki pembentukan komisi ikan hias, terdiri dari peneliti, pembudidaya, dan eksportir. Komisi itu untuk menopang kebijakan ikan hias, termasuk pengelolaan raiser. Menjelang akhir tahun 2009, komisi belum terbentuk kendati dana untuk komisi telah dianggarkan Rp 175 juta.

Pelaksana Harian Raiser Cibinong Azmir Nida mengungkapkan sulitnya koordinasi antara pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha. Padahal, diperlukan kelembagaan yang tegas untuk mengelola raiser dan menyusun regulasi mengontrol ekspor ikan hias. ”Tanpa kelembagaan, raiser nyaris tidak bisa bergerak,” tutur Azmir.

Sebelah mata

Tersendatnya pengelolaan ikan hias patut disayangkan di negeri yang punya kekayaan ragam ikan hias. Dengan panjang pantai 95.181 kilometer, Indonesia layak disebut sebagai ”surga” keragaman ikan hias.

Perairan Indonesia menyimpan 4.500 jenis ikan hias air tawar dan laut. Yang efektif diperdagangkan sekitar 100 jenis. Beberapa komoditas ikan hias air tawar asli Indonesia menjadi primadona internasional, seperti arwana (Scleropages formosus sp), khususnya super red arwana; ikan botia (Chromobotia macracanthus Bleeker); serta ikan cupang jenis serip (crown tail). Belum lagi, ikan hias air laut, seperti ikan badut atau clown fish (amphiprion ocellaris).

Meski demikian, kontribusi perdagangan ikan hias Indonesia di kancah global hanya 7,5 persen. Adapun Singapura 22,8 persen dari total perdagangan ikan hias global. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) tahun 2006 merilis, sekitar 90 persen dari kebutuhan ikan hias di Singapura itu dipasok oleh Indonesia.

Herman Oei, eksportir ikan hias PT Asher Primatama Lestari, mengungkapkan, ikan hias asal Indonesia yang ditampung Singapura umumnya direkondisi. ”Singapura bisa berkembang pesat dalam bisnis ikan hias karena memiliki standardisasi warna, ukuran, dan kualitas. Ikan yang diekspor memiliki mutu yang baik,” ujar Herman beberapa waktu lalu.

Kondisi itu berbanding terbalik dengan Indonesia yang sampai saat ini belum memiliki barometer kualitas ikan hias. Terlebih, peralatan dan tenaga pakar minim. Ikan hias yang dihasilkan umumnya langsung dijual tanpa seleksi tertentu.

Demikian pula, hampir tidak ada ajang pameran ikan hias berskala internasional. Padahal, kontes dan pameran merupakan sarana ampuh, baik untuk memperkenalkan dan memasarkan produk maupun bertukar pikiran dan informasi di kalangan penghobi ikan hias.

HM Zen, pembudidaya ikan hias discuss (Symphysodon discus), mengungkapkan, ketertinggalan sarana promosi di Tanah Air membuat para eksportir terpaksa mengandalkan pameran ikan hias di negeri tetangga untuk menjual produk.
Dengan segenap potensi yang ada, rasanya tak berlebihan jika bermimpi negeri bahari ini mencapai kedigdayaan di sektor ikan hias. Guna menjemput impian itu, dibutuhkan kemauan dan kerja keras. Siapkah kita? (BM Lukita Grahadyarini/Kompas.com)
Diberdayakan oleh Blogger.